Kamis, 25 November 2010

KOMPETISI KUD DAN KOPERASI DALAM ARIBISNIS SUSU DAN TANTANGANYA

KOMPETENSI KUD dan KOPERASI DALAM AGRIBISNIS SUSU dan TANTANGANNYA

Pendahuluan
K
etika pembangunan koperasi di Indonesia bersifat top down, telah mendorong tumbuhnya KUD clan koperasi yang diprakarsai pemerintah. Keadaan ini membuat koperasi tidak memiliki landasan yang kokoh, karena besarnya intervensi pemerintah dalam pembinaan koperasi. Akibatnya, KUD dan koperasi kurang mampu mengakomodasi perubahan-perubahan yang terjadi. Hasil pembangunan seperti ini, menjadikan pertumbuhan jumlah KUD dan koperasi sangat pesat, tetapi tidak aktif melaksanankan tugas dan aktivitas. Fenomena ini disebabkan lemahnya perhatian pada pembangunan sumberdaya manusia, pengembangan sumber daya manusia yang lemah pada pembangunan koperasi, menjadikan koperasi dan KUD kurang berkembang secara mandiri, karena KUD dan koperasi tidak tumbuh dari bawah. Dalam pembangunan, KUD dan koperasi pada akhirnya lebih dijadikan sebagai obyek dari pada subyek bahkan lebih berperan sebagai instrumen dalam mekanisme penyaluran kredit, pemerataan dan pelaksanaan kebijakan lainnya, sehingga koperasi kurang tumbuh sebaga organisasi ekonomi sesuai kebutuhan masyarakat sebagai anggota.
Setelah arah pembangunan mulai bersifat bottom up, usaha agribisnis diterima sebagai usaha yang mampu untuk meningkatkan kemampuan KUD dan koperasi, karena : (1) usaha agribisnis berkaitan dengan usaha anggota, (2) dalam agribisnis terjadi proses pendidikan secara learning by doing, (3) meningkatkan produksi, (4) memperluas kesempatan kerja, dan (5) memacu peningkatan nilai tambah (Saragih, 1993).
Usaha agribisnis susu adalah salah satu usaha yang telah dilaksanakan koperasi sejak tahun 1948. kegiatan ini merupakan usaha andalan KUD dan koperasi susu, untuk tutuan menyelamatkan produksi susu rakyat dan menambah pendapatan petemak (GKSI, 1996). Agribisnis susu merupakan komoditas yang mudah rusak, mempunyai resiko tinggi, karena itu perlu penanganan yang hati-hati dan spesialisasi. Spesialisasi menumbuhkan kemampuan dan keahlian yang baik dimana keahlian memerlukan kompetensi yang dapat dipelajari melalui pendidikan yang teratur dan berkesinambungan (Drilon, 1971). Berkaitan dengan sejarah yang cukup panjang selama kurang waktu lebih 52 tahun, seharusnya KUD dan koperasi sudah kompeten melaksanakan agribisnis susu. Jika KUD dan koperasi belum kompeten, penyuluhan merupakan salah sam upaya yang dapat memberdayakan karyawan dan anggota agar kompeten melaksanakan usaha agribisnis susu, karena penyuluhan telah terbukti berperan untuk meningkatkan kemampuan dan berperan mempercepat pembangunan ekonomi seperti di Amerika Serikat, Kuba, Timur Tengah (Jarmei 1980).
Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan diatas, masalah pokok dalam penelitian ini adalah : (1). bagaimana kompetensi KUD dan koperasi melaksanakan agribisnis susu?, (2) bagaimana kekuatan dan kelemahan KUD dan koperasi melaksanakan agribisnis susu ?, (3) bagaimana strategi penyuluhan agribisnis susu kepada karyawan dan anggota KUD dan koperasi ?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah : (1) mengetahui kompetensi KUD dan koperasi melaksanakan agribisnis susu, (2) mengetahui kekuatan dan kelemahan KUD dan koperasi melaksanakan agribisnis susu, (3) menemukan strategi penyuluhan agribisnis susu kepada KUD dan koperasi.
Penelitian berguna : (1) penyuluhan pembangunan : memberikan masukan dalam menyusun strategi penyuluhan usaha agribisnis kepada KUD / koperasi dan anggota peternak, (2) pengembangan ilmu pengetahuan sosial, organlsasi dan manajemen usaha agribisnis susu dan (3) pemerintah : sebagai bahan masukan untuk pembangunan koperasi terutama pembangunan yang berorientasi memanfaatan potensi sumber daya manusia KUD dan koperasi dalam pengembangan agrlbisnis susu dimasa datang.
Metoda dan Analisis
Peneliti menguji model teoritis tentang kompetensi KUD dan koperasi dalam agribisnis susu terhadap pelaksanaannya dilapangan. Pengujian dilakukan dengan menganalisis pengaruh dan hubungan antar peubah melalui analisis statistik. Lokasi penelitian adalah Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat dan Kabupaten Malang Propinsi Jawa Timur. Metode pengambilan sampling dilakukan secara purposive. Total responden dalam penelitian sebanyak 340 orang terdiri dari : (1) responden KUD/koperasi berjumlah 30 orang dan (2) anggota berjumlah 310 orang.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan: (1) kuisioner yang terstruktur, dan wawancara mendalam. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Peubah penelitian sebanyak 13 dipecah menjadi 44 indikator. Peubah dari indikator diukur dengan metode penskoran dan pengklasifikasian. Kesahihan diukur secara logis dengan teknis validasi logis. Reabilitas instrumen diuji dengan uji reabilitas teknik belah dua atau split half test
dengan rumus Spearman brown. Model analisis yang digunakan : (1) analisis korelasi (2) analisis komponen utama (3) analisis uji beda (4) analisis regresi dan (5) analisis jalur lintas (path analisis) (6) analisis regresi Stepwise.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan statistikujit - tabel pada tingkat signifikan sebesar 15 % ( 0,15 ). Kriteria pengambilan keputusan dilakukan : jika nilai t - hitung lebih kecil dari t -tabel maka peubah tersebut berpengaruh nyata dan sebaliknya.
Hasil dan Pembahasan
Hasil penelitian menunjukan bahwa :
(1) Terdapat perbedaan KUD dan koperasi pada 13 peubah pengamat dalam melaksanakan agribisnis susu : (a). perbedaan yang nyata terdapat pada tujuh peubah (54%), yaitu pada organisasi (X3), kemampuan teknis karyawan (X4), tingkat kompetensi KUD dan koperasi dalam agribisnis susu (X5), tingkat kompetensi pada subsistem input produksi (X5a) dan subsistem produksi (X5b) , partisipasi (X7) dan pendapatan anggota (X8). (b). perbedaan tidak nyata terdapat pada enam peubah (46%) yaitu pada karateristik karyawan dan anggota (Xl), sosial ekonomi anggota (X2), tingkat kompetensi pada subsistem pengolahan (X5c) , tingkat kompetensi pada subsistem pemasaran (X5d) , pada tingkat kompetensi pada subsistem sarana penunjang (X5e) dan penyuluhan (X6).
(2) Fakta empiris yang dapat menunjukan perbedaan KUD dan koperasi, adalah peubah : (1) organisasi, meliputi: (a) Jumlah anggota koperasi lebih banyak 44% dari Jumlah anggota KUD, (b) Jumlah karyawan koperasi lebih banyctk 66% dari KUD, (c) Aset koperasi lebih besar 60% dari KUD (2) kemampuan teknis karyawan koperasi lebih baik 7% dari KUD (3) tingkat kompetensi pada subsistem input produksi, terdiri dari : (a) populasi ternak koperasi lebih banyak koperasi 20% dari KUD, (b) produksi dan penjualan pakan lebih banyak koperasi 68% dari KUD (4) tingkat kompetensi pada subsistem produksi (a) Jumlah sapi laktasi koperasi lebih banyak koperasi 28% dari KUD, (b) produksi susu rata –rata harian per sapi koperasi lebih tinggi koperasi 50% dibanding KUD dan (5) partisipasi anggota koperasi lebih baik dari KUD, ditunjukan oleh 37% anggota lebih aktif memberikan saran dibanding dengan anggota KUD, (6) pendapatan anggota koperasi lebih tinggi 32% dibanding dengan anggota KUD
(3) Penyebap lebih baiknya koperasi KUD dalam usaha agribisnis susu, karena : (a) Koperatsi melaksanakan agribisnis susu sebagai spesialisasinya. Spesialisasi menumbuhkan kemampuan atau keahlian yang lebih baik sedangkan KUD yang memiliki berbagai usaha, sulit untuk memfokuskan perhatian pada unit usaha susu karena KUD membangun usaha susu bersama-sama dengan unit usaha lainnya, (b) Koperasi melaksanakan usaha susu berdasarkan kemampuan yang ada pada padanya sedangkan KUD, membangun usaha lebih mengutamakan bantuan pemerintah.
(4) Tingkat kompetensi KUD dan koperasi tergolong pada klasifikasi rata –rata sedang, meliputi : (a) tingkat kompetensi KUD termasuk klasifikasi rata-rata rendah, (b) tingkat kompetensi koperasi tergolong klasifikasi tinggi
(5) Faktor –faktor dominan positip atau kekuatan yang berpengaruh terhadap pelaksanaan KUD dan koperasi adalah: karateristik karyawan dan anggota, sosial ekonomi anggota, subsistem pengolahan dan subsistem sarana penunjang.
(6) Faktor dominan negatip atau kelemahan dan tantangan yang mempengaruhi pelaksanaan agribisnis susu KUD dan koperasi adalah: (a) organisasi (b) kemampuan teknis karyawan (c) penyuluhan (d) tingkat kompetensi KUD dan koperasi pada subsitem input produksi (e) produksi dan (f) subsistem pemasaran. Kekuatan KUD dan koperasi pada subsistem pengolahan, ditunjukan oleh kemampuannya menampung susu anggota dan mengelola susu melalui pasteurisasi. Kekuatan pada subsistem sarana penunjang ditandai dengan, KUD dan koperasi telah menyediakan pelayanan kepada anggota, seperti pelayanan kredit sapi, simpan pinjam, warung serba ada, poliklinik dan pelayanan listrik;
(7) Faktor dominan positip atau kekuatan KUD terdapat pada : (a) jumlah anggota (b) modal (c) SHU (d) pelayanan sedangkan
(8) Faktor dominan negatip atau kelemahan KUD terdapat pada (a) kemampuan teknis karyawan lebih rendah dari koperasi (b) tingkat kompetensi KUD lebih rendah dari koperasi meliputi, subsistem : input produksi, produksi, pengolahan, pemasaran dan subsistem sarana penunjang (c) partisipasi anggota KUD lebih rendah dari koperasi (d) tingkat pendapatan anggota lebih rendah dari anggota koperasi
(9) Kekutan koperasi terdapat pada : (a) Jumlah anggota (b) Modal (c) SHU (d) pelayanan (e) Kemampuan teknis karyawan koperasi lebih baik dari KUD (f) tingkat kompetensi koperasi lebih baik dari KUD meliputi tingkat kompetensi pada subsistem: input produksi, produksi, pengolahan, pemasaran dan sarana peununjang (g) tingkat partisipasi anggota lebih baik dari KUD dan (h) tingkat pendapatan anggota koperasi lebih baik dari koperasi
(10) Faktor dominan negatif atau kelemahan koperasi adalah (a) tingkat pendapatan anggota masih relatif rendah dibanding dengan tingkat pendapatan anggota yang seharusnya dapat dicapai oleh peternak di Indonesia (b) masih lemahnya kemampuan melaksanakan penyuluhan
(11) Kelemahan dan tantangan diatas disebabkan oleh pada: (a) organisasi KUD dan koperasi adalah karena organisasi KUD dan koperasi belum mengoptimalkan aset yang dimiliki termasuk karyawan dan peralatan fisik, ditunjukan oleh faktor umur, pendidikan dan pengalaman karyawan tidak nyata pada peubah karateristik pribadi sebagai peubah tidak bebasnya (b) kemampuan teknis karyawan, karena KUD dan koperasi belum melaksanakan fungsi pendidikan karyawan, kelembagaan pendidikan yang dikelola oleh Kantor Wilayah Koperasi dan UKM belum, berfungsi memfasilitasi program dan pelaksanaan pendidikan yang sistematis dan berkesinambungan, tenaga pengajar / widyasuara belum memiliki kemampuan tentang agribisnis susu (c) penyuluhan: kelembagaan penyuluhan baik oleh Dinas Koperasi maupun instansi terkait seperti Dinas Peternakan dan Dinas Perdagangan dan perindustrian masih lemah, belum mempunyai program, dan pelaksanaan penyuluhan yang terpadu dan berkesinambungan, pada umumnya masing-masing instansi melaksanakan penyuluhan dengan materi sesuai dengan program masing - masing yang berasal dari pusat, penyuluh yang berasal dari pusat, penyuluh yang berasal dari Dinas Koperasi, terdiri dari karyawan dan penyuluh koperasi lapangan (PKL) rata-rata belum dilengkapi dengan Ilmu Penyuluhan dan penyuluh dari Dinas Peternakan wewenang dan lingkup tugasnya masih terfokus pada pemeliharaan hewan dan peningkatan produksi (d) tingkat kompetensi pada subsistem input produksi : karena pengadaan dan penyaluran pakan yang dilaksanakan KUD dan koperasi belum memenuhi jumlah dan kualitas pakan ternak yang sehat untuk dikonsumsi ternak anggota, pengadaan dan penjualan pakan belum diikuti dengan bimbingan agar peternak mampu memberikan makanan ternak yang berkualitas. Untuk peningkatan dan produksi dan kualitas susu (e) tingkat kompetensi pada subsistem produksi: karena jumlah sapi laktasi rata-rata peternak masih rendah dan anggota KUD dan koperasi sebagian besar atau 72% memiliki skala usaha rendah yaitu antara 1 sampai 5 ekor (f) tingkat kompetensi subsistem pemasaran: karena belum semua anggota KUD dan koperasi mampu memenuhi kualitas susu yang dipersyaratkan industri pengolahan susu (IPS).
(12) Tingkat keberhasilan KUD dan koperasi termasuk pada klasifikasi rata-rata sedang atau berhasil meliputi: (a) tingkat keberhasilan KUD termasuk rata-rata rendah atau kurang berhasil sedangkan (b) tingkat keberhasilan koperasi termasuk klasifikasi rata-rata tinggi atau sangat berhasil dibanding KUD
(13) Strategi penyuluhan yang ditawarkan adalah (a) meningkatkan kemampuan karyawan melaksanakan usaha agribisnis susu (b) meningkatkan produktivitas kerja karyawan, (c) meningkatkan kemampuan anggota agar mampu meningkatkan produksi dan kualitas susu (d) agar peternak berwawasan agribisnis susu (e) meningkatkan kemampuan tenaga pengajaran penyuluh agar mampu membuat program secara terpadu dan mampu melaksanakan secara sistematis dan berkesinambungan (f) mempersiapkan kelembagaan pendidikan dan penyuluhan yang mampu memfasilitasi terlaksananya pendidikan dan penyuluhan secara terpadu dengan instansi terkait.
Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan
(1) Perbedaan KUD dan koperasi nyata pada (a) organisasi, (b) kemampuan teknis karyawan, (c) tingkat kompetensi pada subsistem input produksi, (d) tingkat kompetensi pada subsistem produksi, (e) partisipasi anggota, dan (f) pendapatan anggota. Perbedaan tidak nyata terdapat pada (a) karakteristik karyawan dan anggota, (b) sosial ekonomi anggota, (c) tingkat kompetensi pada susbsistem pengolahan, pemasaran, sarana penunjang dan (d) penyuluhan
(2) Secara umum tingkat kompetensi KUD dan koperasi melaksanakan agribisnis susu termasuk klasifikasi rata-rata sedang. Tingkat kompetensi KUD melaksanakan agribisnis susu termasuk rata-rata rendah, sedangkan tingkat kompetensi koperasi termasuk rata-rata tinggi
(3) Secara umum KUD dan koperasi kompeten tentang subsistem pengolahan dan subsistem saran penunjang tetapi KUD dan koperasi belum kompeten tentang subsistem input produksi, produksi dlan subsistem pemasaran. Kompetensi KUD dan koperasi pada subsistem pengolahan ditunjukkan oleh kemampuannya menampung susu anggota dan mengelola susu meialui pasteurisasi. Kompetensi pada subsistem sarana penunjang ditandai dengan KUD dan koperasi telah menyediakan pelayanan kepada anggota. Seperti pelayanan kredit sapi, simpan pinjam, warung serba ada, poliklinik dan pelayanan rekening listrik.
(4) KUD dan koperasi belum kompeten pada (1) subsistem input produksi karena pengadaan dan penyaluran pakan yang ada sekarang belum memenuhi jumlah, kualitas dan waktu pelayanan. Pengadaan dan penjualan pakan ini juga belum diikuti dengan bimbingan agar peternak mampu memberikan makanan yang berkualitas untuk peningkatan produksi dan kualitas susu (2) subsistem produksi karena jumlah sapi laktasi dan tingkat produksi susu masih rendah; dan (3) subsistem pemasaran karena belum semua anggota KUD dan koperasi mampu memenuhi kualitas susu yang dipersyaratkan.
(5) Kekuatan KUD melaksanakan agribisnis susu terdapat pada anggota, modal, SHU dan pelayanan sedangkan kelemahan dan tantangan yang dihadapi adalah (1) masih lemahnyal kemampuAn teknis karyawan, (2) tingkat kompetensi melaksanakan agribisnis susu masih rendah meliputi: (a) tingkat kompetensi pada subsistem input produksi rendah (b) tingkat kompetensi pada subsistem produksi rendah, (c) tingkat kompetensi pada subsistem pengolahan tinggi, (d) tingkat kompetensi pada subsistem pemasaran rendah dan (e) tingkat kompetensi pada subsistem sarana penunjang tergolong rendah, (3) partisipasi anggota termasuk rendah dan (4) tingkat pendapatan anggota rendah.
(6) Kekuatan koperasi melaksanakan agribisnis susu terdapat pada (1) jumlah anggota, modal, SHU, dan pelayanan, (2) kemampuan tehnis karyawan lebih baik dari tingkat kemampuan karyawan KUD, (3) tingkat kompetensi pada subsistem input produksi, produksi, pengolahan, pemasaran dan sarana penunjang termasuk kIasifikasi tinggi atau lebih baik dari KUD, (4) partisipasi anggota lebih baik dari KUD, dan (5) tingkat pendapatan anggota lebih baik dari KUD. Kelemahan dan tantangan yang dihadapi koperasi meliputi; (1) tingkat pendapatan anggota koperasi belum memadai sesuai dengan tujuan agribisnis susu dan (2) anggota koperasi masih lebih banyak berpemikiran antara satu sampai lima ekor sapi per peternak
(7) Secara umum, faktor-faktor kekuatan KUD dan koperasi melaksanakan agribisnis susu adalah (1) karakteristik anggota meliputi umur dan pengalaman anggota, (2) sosial ekonomi anggota meliputi lama keanggotaan, skala usaha dan luas lahan (3) tingkat kompetensi subsistem pengolahan dan (4) tingkat kompetensi pada subsistem sarana penunjang rata-rata baik.
(8) Faktor kelemahan KUD dan koperasi melaksanakan agribisnis susu adalah (1) karakteristik karyawan meliputi umur, pendidikan dan pengalaman karyawan tidak memberikan kontribusi terhadap terbentuknya kemampuan tehnis karyawan, (2) organisasi, kemampuan teknik karyawan dan penyuluhan tidak memberikan kontribusi terhadap tingkat kompetensi KUD dan koperasi melaksanakan agribisnis susu, (3) tingkat kompetensi pada subsistem input produksi, produksi dan tingkat kompetensi pada subsistem pemasaran tidak memberikan kontribusi secara dominan terhadap tingkat kompetensi KUD dan koperasi melaksanakan agribisnis susu, (4) penyuluhan tidak memberikan kontribusi terhadap tingkat kompetensi KUD dan koperasi melaksanakan agribisnis susu, (5) partisipasi anggota rendah dan (6) tingkat pendapatan anggota peternak masih rendah,
(9) Penyebab kemampuan teknis karyawan tidak memberikan kontribusi terhadap tingkat kompetensi KUD dan koperasi adalah (1) KUD dan koperasi belum melaksanakan fungsi pendidikan bagi karyawan, (2) organisasi KUD dan koperasi belum mengoptimalkan aset yang dimiliki termasuk karyawan ditunjukkan oleh faktor umur, pendidikan dan pengalaman dan peralatan fisik, Disamping itu gaji karyawan masih rendah, (3) kelembagaan pendidikan yang dikelola oleh Kantor Wilayah belum berfungsi memfasilitasi program dan pelaksanaan pendidikan bagi karyawan secara sistema tis dan berkesinambungan dan (4) tenaga pengajar/widyaswara belum memiliki kemampuan tentang agribisnis susu.
(10) Penyuluhan tidak memberikan kontribusi terhadap tingkat kompetensi KUD dan koperasi karena (1) kelembagaan penyuluhan, balik oleh instansi pembina langsung maupun instansi terkait masih lemah, belum mempunyai program dan pelaksanaan penyuluhan yang terpadu dan berkesinambungan, (2) pada umumnya masing-masing instansi melakukan penyuluhan dengan materi sesuai dengan program masing-masing berasal dari pusat, (3) pada umumnya tenaga penyuluh dari Dinas koperasi adalah karyawan yang awam tentang penyuluhan, (4) penyuluh koperasi lapangan belum dibekali penyuluhan dan belum signifikan melaksanakan penyuluhan, dan (5) penyuluh dari Dinas peternakan wewenang dan lingkup tugas masih terfokus pada pemeliharaan dan kesehatan hewan dan tingkat produksi
(11) Tingkat kompetensi koperasi susu lebih baik dibanding dengan KUD unit susu karena (1) koperasi melaksanakan agribisnis susu sebagai spesialisasinya. Spesialisasi menumbuhkan kemampuan atau keahlian yang lebih baik sedangkan KUD yang memiliki berbagai usaha sulit untuk memfokuskan perhatian pada unit usaha susu karena membangun usaha susu bersama-sama dengan unit usaha Iainnya, (2) koperasi melaksanakan agribisnis susu berdasarkan kemampuan yang ada padanya, sedangkan KUD membangun agribisnis susu lebih mengutamakan bantuan dari pemerintah, (3) partisipasi anggota koperasi lebih baik dibanding dengan KUD, (4) kemampuan teknis karyawan koperasi Iebih baik dari KUD, dan (5) tingkat pendapatan anggota koperasi Iebih baik dibanding dengan pendapatan anggota KUD.
(12) Tingkat keberhasilan KUD dan koperasi melaksanakan agribisnis susu termasuk kategori berhasil (sedang), meliputi tingkat keberhasilan KUD termasuk kurang berhasil (rendah) dan tingkat keberhasilan koperasi termasuk sangat berhasil (tinggi).
(13) Strategi penyuluhan yang ditawarkan bertujuan untuk (1) meningkatkan kemampuan karyawan melaksanakan usaha agribisnis susu (karyawan koperasi pelatihan bersifat penyegaran), (2) meningkatkan produktivitas kerja karyawan, (3) meningkatkan kemampuan anggota agar mampu meningkatkan produksi dan kualitas susu, (4) agar peternak berwawasan agribisnis susu, (5) meningkatkan kemampuan tenaga pengajar dan penyuluh agar mampu membuat program secara terpadu dan mampu melaksanakannya scara sistematis dan berkesinambungan, (6) mempersiapkan kelembagaan pendidikan dan penyuluhan yang mampu memfasilitasi terlaksananya pendidikan dan penyuluhan secara terpadu dengan instansi yang terakit.
Saran-Saran
(1) Perlu upaya secara sistematis dan berkesinambungan meningkatkan kompetensi karyawan KUD dan koperasi melaksanakan agribisnis susu, melalui kursus dan pelatihan.
(2) Perlu upaya meningkatkan kemampuan peternak melalui penyuluhan.
(3) Sebelum pendidikan dan penyuluhan dilaksanakan, perlu upaya :
a. Mempersiapkan kelembagaan yang mampu memfasilitasi program dan pelaksanaan pendidikan dan penyuluhan secara terpadu melalui memperjelas status Balatkop yang ada di tingkat Propinsi dan tingkat Kabupaten dan hubungannya dengan Deputi Sumber Daya Manusia yang ada pada Kementerian Koperasi dan UKM dan Pusat Pendidikan pada Badan Sumber Daya Manusia yang ada di Pusat.
b. Mempersiapkan tenaga pengajar/widyaswara agar mampu membuat program dan pelaksanaan pelatihan yang sistematis dan berkesinambungan melalui pendidikan dan memperjelas status widyaswara,
c. Mempersiapkan tenaga pnyuluh yang mampu membuat program dan melaksanakan penyuluhan secara terpadu melalui penggabungan penyuluh yang ada di masing-masing instansi terkait melalui pemanfaatan tenaga penyuluh pertanian lapangan (PPL) kedalam suatu wadah penyuluhan agribisnis susu. Dengan memanfaatkan tenaga PPL masing-masing instansi terkait dapat memberikan program pembinaan sesuai dengan fungsi tugasnya,

(4) Memperjelas lembaga yang bertanggung jawab terhadap penyuluhan agribisnis susu, apakah hanya satu instansi saja (Dinas Peternakan) atau keterpaduan antar instansi. Aspek non perilaku yang diperlukan untuk menunjang terlaksananya keberhasilan peningkatan kompetensi KUD dan koperasi adalah :
a. Upaya mempertahankan dan mengembangkan usaha pabrik makanan ternak dari yang ada sekarang kepada usaha yang mampu memenuhi jumlah dan kualitas makanan ternak, melalui kerjasama antara KUD dan koperasi atau antara KUD dengan Gabungan Koperasi Susu Seluruh Indonesia (GKSI).
b. Upaya agar KUD dan koperasi mengkoordinasikan pemanfaatan lahan anggota secara kolektif untuk penanaman rumput hijauan melalui kerja sarna antara anggota yang diorganisasikan oleh KUD dan koperasi.
c. Upaya untuk peningkatan kemampuan KUD dan koperasi mendifersivikasi usaha pengolahan menjadi produk yang dapat dikonsumsi masyarakat melalui penelitian dan pendidikan.
d. Upaya untuk merestrukturisasi organisasi unit usaha susu KUD kepada struktur organisasi yang otonom, agar pengelolaan susu dapat dilaksanakan lebih baik sehingga menumbuhkan peningkatan mutu manajemen.
e. Gaji dan upah karyawan KUD dan koperasi perlu ditinjau melalui efesiensi terhadap biaya operasional, hasil selisih pembelian susu dari anggota dengan penjualan susu kepada industri pengolahan susu.
Implikasi Kebijakan, Pengembangan Usaha dan Penelitian
Dari saran dan implikasi kebijaksanaan yang diperlukan untuk :
(1) Pendidikan/penyuluhan; (a) kebijakan untuk memperjelas status Balatkop, Widyaswara, dan penyuluh koperasi lapangan (PKL), (b) kebijakan untuk membangun kelembagaan pendidikan dan penyuluhan bagi KUD dan koperasi dan (c) penggabungan penyuluh dalam suatu wadah penyuluhan agribisnis (agribisnis susu).
(2) Pengembangan usaha susu: perluasan pabrik makanan ternak dan diversifikasi usaha ke produk-produk makanan yang dapat dikonsumsi masyarakat;



(3) Penelitian: (a) untuk membangun kelembagaan pendidikan dan penyuluhan bagi KUD dan koperasi perlu diawali dengan penelitian, (b) penggabungan penyuluh dalam suatu wadah penyuluhan agribisnis (agribisnis susu) perlu diawali penelitian dan (c) pengembangan usaha susu: perluasan makanan ternak dan diversifikasi usaha ke produk-produk makanan yang dapat dikonsumsi masyarakat perlu diawali penelitian.

Minggu, 24 Oktober 2010

PROFIL KOPERASI LANGGENG

PROFIL KOPERASI LANGGENG

DIBUAT OLEH:
NAMA : KHOLID AL RIFAI
KELAS :1EB12
NPM :(20209030)
FAKULTAS : EKONOMI
JURUSAN :AKUTANSI (S-1)



UNIVERSITAS GUNADARMA
JAKARTA
2009

PROFIL KOPERASI LANGGENG



Desa Garu terletak di Kecamatan Baron Kabupaten Nganjuk. Seperti desa pada umunya, penduduknya menghabiskan waktu di sawah sebagai petani. Kalau musim tanam sudah selesai, mereka kerja serabutan. Ada yang beternak ada yang berdagang untuk menutupi kebutuhan rumah tangganya. Namun, ada beberapa warganya yang tidak tinggal diam untuk terus meningkatkan kesejahteraannya. Mereka tergabung dalam Paguyuban Mandiri dan Koperasi Langgeng.
Awalnya, memang hanya sedikit orang yang terlibat dalam Paman, dan waktu itu Koperasi Langgeng belum berdiri. Dalam setiap pertemuan, mereka membicarakan masalah-masalah yang sedang dihadapi. Untuk memperkuat paguyuban, anggota diwajibkan untuk membayar arisan, sebesar Rp. 1000 per bulannya. Setelah hampir 5 bulan berjalan, arisan ini dirasa perlu untuk ditingkatkan dan dimaksimalkan. Mereka memutuskan untuk membuat koperasi, dan diberi nama Langgeng. Ada simpanan pokok, ada simpanan wajib dan ada simpanan sukarela. Uang yang terkumpul dikelola untuk dana pinjaman ke anggota.
Koperasi Langgeng sudah mampu berjalan dengan baik dan dirasakan betul manfaatnya bagi anggota. Sehingga, hal ini menarik keinginan warga desa setempat untuk masuk menjadi anggota paguyuban dan koperasi. Bahkan ada anggota yang berdomisili di desa lain. Saat ini, anggotanya mencapai 25 orang dan setiap bulan bertemu setiap tanggal 10 di rumah anggota secara bergilir.
Maro Sawah Bersama Dengan Sistem Organik
Keberhasilan Koperasi Langgeng sebagai organisasi ekonomi ini kemudian menjadi inspirasi anggota paguyuban sebagai organisasi aksinya. Paguyuban merancang usaha baru, bertani secara kelompok dengan menggunakan metode organik. Memang ini tidak gambang dilakukan karena kebiasaan petani di desa yang bertani secara individu, bukan bertani secara kelompok. Namun, ada kader paguyuban yang meyakinkan anggota bahwa pola pertanian kita yang individualis dan bergantung sama pupuk kimia harus dirubah. “Saya tertarik untuk melakukan usaha pertanian organik secara kelompok, setelah saya mendapat ilmu dari kunjungan ke Mitra Tani Jogjakarta”, kata Sukardi yang menjadi penanggung jawab usaha sawah organik.
Secara teknis, paguyuban menanggung semua keperluan dari penanaman padi. Bibitnya membramo yang didapat dari penduduk setempat, bukan benih pabrikan yang dijual di toko-toko. Luas area sawah 100 m persegi itu sekarang tinggal nunggu panen. Melihat buliran padi, para anggota optimis hasilnya akan melebihi dari pertanian padi biasanya. Apalagi penggunaan pupuk yang 80 % dari pupuk organik buatan paguyuban sendiri, tidak menyedot pengeluaran atau ongkos produksi.
Dalam pembicaraan sebelumnya, pembagiannya hasil ini adalah pihak pemilik tanah hanya menyediakan lahan, sementara pihak paguyuban menggarap dan menanggung semua biaya produksi. Setelah panen, hasilnya akan dipotong 30% untuk pemilik lahan dan 70 % diberikan kepada paguyuban. Sukardi sebagai penangung jawab usaha sawah ini akan mendapat hasil dari 70 % tersebut, walaupun belum disepakati besarnya berapa.
Hasil padi membramo ini nantinya tidak akan dijual ke pasar, tetapi padinya akan dijadikan bibit baru bagi anggota. Karena kualitasnya yang bagus dan tidak banyak unsur kimia, hasil panen ini sebagai penanda dimulainya Dewi Sri alias kemakmuran turun di Desa Garu. Anggota-anggota yang lain akan didorong untuk menggunakan bibit hasil panen perdana ini sekaligus menggerakan pertanian yang berkelanjutan, tidak bergantung kepada produk pabrikan, baik bibit, pupuk maupun pestisidanya.
Pengalaman maro sawah secara kelompok ini adalah keberhasilan yang bisa menjadi semangat baru setelah warga desanya tidak lagi kesulitan mendapat pinjaman dengan adanya koperasi. Setelah maro sawah ini, apalagi yang akan digagas oleh paguyuban mandiri dan koperasi langgeng? Kita tunggu saja. Semoga kisah sukses puluhan warga Garu yang berkumpul dalam paguyuban dan koperasi ini bisa menjadi inspirasi warga desa lain untuk membangun usaha bersama.

PERENCANAAN STRATEGIS DENGAN MENGUNAKAN ANALISA SWOT UNTUK KOPERASI DI INDONESIA


PERENCANAAN STRATEGIS DENGAN MENGUNAKAN ANALISA SWOT UNTUK KOPERASI DI INDONESIA

DIBUAT OLEH:
NAMA : KHOLID AL RIFAI
KELAS :1EB12
NPM :(20209030)
FAKULTAS : EKONOMI
JURUSAN :AKUTANSI (S-1)



UNIVERSITAS GUNADARMA
JAKARTA
2009



PERENCANAAN STRATEGIS DENGAN MENGUNAKAN ANALISA SWOT UNTUK KOPERASI DI INDONESIA

Dalam Manajemen Koperasi Perencanaan strategis adalah pengambilan keputusan saat ini untuk koperasi yang akan dilakukan pada masa datang. Pengambilan keputusan dalam organisasi Koperasi Indonesia harus mempertimbangka Sumber daya, kondisi saat ini serta peramalan terhadap keadaan yang mempengaruhi koperasi dimasa yang akan datang. Kita Bisa ambil Contoh Kondisi saat ini .

Untuk melakukan perencanaan Strategis dalam koperasi maka pengurus koperasi harus memperhatikan 4 aspek penting yaitu masa depan dan peramalanya, aspek lingkungan baik internal atau eksternal, target kedepan dan terakhir strategi untuk pencapaian target.

Organisasi Koperasi seacara kelembagaan harus mempunyai perangkat organisasi koperasi yang menjadi sarana dalam pencapaian tujuan koperasi. Perangkat fundamental dalam perencanaan strategis yang kemudian menjadi kelengkapan organisasi yang wajib ada adalah parameter-parameter idialisme dasar seperti; visi, misi, goal, objektif,


Untuk mempercepat percapaian Renstrak operasi diperlukan:
-Spesific (kekhususan)
-Measurable (Terukur)
-Achieveable (Dapatdicapai)
-Rationable (Rasiona l,dapat dipahami)
-Timeboun (Adalimit/ batas waktu)
Bagimana cara menyusun Renstra
Koperasi
Renstra koperasi pertama kali kita rumuskan dengan 3 menjawab pertanyaan mendasar:

1. Dimana koperasi kita saat ini berada, dan akan kemana arahan koperasi kita?
2. Kemana tujuan koperasi kita, ingin pergi kemana koperasi kita.?
3. Bagaimana atau dengan apa koperasi kita pergi atau mencapai tujuan tersebut?

Setelah kita berhasil mejawab ke 3 pertanyaan diatas kita akan melakukan evaluasi organisasi koperasi dengan menggunakan Analisa SWOT.

secara terperici tahapan menyusun Renstra koperasi adalah sebagai berikut.

Melakukan Analisa SWOT untuk koperasi Kita
Perumusan SWOT ditujukan sebagai dasar pembuatan strategi. Analisa SWOT adalah pola evaluasi yang mengklasifikasikan kondisi koperasi dengen SWOT yaitu Streght ( Kekuatan) Weakness ( Kelemahan koperasi Kita ) Oportunity ( Peluang Koperasi kita) dan threat ( ancaman pada Koperasi ) . Pengurus harus mengkalsifikasikan hal2 ditas menjadi sebuah tabel yang kemudian dijadikan dasar sebagai pengambilan keputusan dalam renstra koperasi.Seorang pengurus koperasi harus paham betul kondisi koperasinya, Pengurus harus mampu melakukan forecasting atau peramalan kondisi kedepan. Dari forecasting ini kemudian di rumuskan asumsi-asumsi yang relevan. Dari pemetaan kondisi dan permalahan inilah kemudian di rumuskan analisi SWOT Koperasi. Proses pertama yang harus dilakukan adalah evaluasi diri, dari sini akan ditemukan "strengths" dan weaknesses serta sumberdaya organisasi. Kemdian analisa kondisi eksternal, seperti kondisi pasar, social, ekonomi dan budaya akan meminculkan opportbunities dant hreats

Menentukan target Koperasi.
Setelah analis SWOt koperasi selesai dilakukan langjah berikutnya adalah menntukan target. Fase ini merupakan salah satubagian terpenting dari penyusunan strategi koperasi. Target ini diperoleh dari proses telaah realistis terhadap analisa SWOT yang telah ditentukan sebelumnya dan target koperasi harus diyakini oleh seluruh komponen organisasi koperasi ,bahwa koperas imampu mencapainya.

Perumusan Strategi Koperasi
Fase ini adalah upaya penyusunan siasat untuk menyelesaikan permasalahan koperasi sekaligus cara untuk pencapaian target koperasi.

Hasil Renstra Koperasi biasanya berupa Garis-Garis Besar program Kerja ( GBPK ) Koperasi yang juga harus disertai dengan Perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belenja Koperasi ( APBK) hasil perumusan Renstra akan dibahas dan Disahakan di RAT Koperasi
Konsep koperasi adalah konsep unik yang menjadikan 3 pilar utama bangunan ekonomi menjadi sebuah kekuatan tunggal. Profil koperasi sangat berbeda dengan model-model ekonomi kapitalistik yang semata-mata mengutamakan keuntungan. Karena kontur dan profil yang berbeda itulah maka sentuhan manajemen koperasi (yang saya sebut sebagai manajemen berbasis anggota) juga harus berbeda dan tidak bisa dikelola persis seperti pola-pola penghembangan kapitalistik. Profil ini seharusnya dipahami oleh setiap aktivis koperasi, karerna pada kenyataanya begitu banyak koperasi di Indonesia yang dikelola “ala” kapitalis dan manculah kapitalisasi koperasi salah satu indicator yang bisa kita lihat adalah menjadikan SHU sebagai tolak ukur utama dlam menentukan kualitas sebuah koperasi. Kesalahan paradigma inilah yang kemudian menjadikan koperasi Indonesia tidak bias berkembang dengan baik. Fakta membuktikan betapa peran koperasi dalam perolonomian bangsa masih sangat kecil. Di Indonesia koperasi tidak bias berkembang dengan cukup baik kenapa seperti itu? Kita akan membahasnya pada bagian lain. Kondisi yang kontras terjadi di Negara-negara maju. Di Jepang misalnya koperasi bahkan mampu bersaing dengan peritel besar seperti carefour, hipermart dll kenapa? Karena koperasi konsumen jepang menggunakan konsep menejemen berbasis anggota tidak sekedar berbasis pelanggan.


Berfikir Logis tentang manajemen koperasi.
Apakah anda juga pernah berfikir bahwa koperasi, kopma UGM terutama bisa berkembang jika di manage dengan filosofi dasar seperti mirota atau carefour? Coba buang pikiran anda jauh-jauh,pola fikir inilah yang menyebabkan banyaknya praktek kapitalisasi koperasi. Sekali lagi koperasi mempunyai profil yang berbeda dengan kapitalis sehingga sentuhanya juga harus berbeda. Sudah menjadi SunnatuLLah kiranya jika sesuatu yang berbeda harus diperlakukan berbeda jika diperlakukan sama tentu malah akan merusaknya.

Sudah di sampaikan didepan salah satu praktek kapitalisasi adalah meletakan SHU sebagai tujuan utama berkoperasi, artinya koperasi dianggap baik jika SHU tinggi, jadi segala upaya dikerahkan untuk mencapai SHU setinggi-tingginya. Apa tidak boleh SHU tinggi, tentu saja bisa, yang salah kemudian adalah jika cara untuk mencapai SHU tinggi itu adalah menafikan atau mengesampingkan mensejahterakan anggota yang sesunggungnya melalui proses usaha. Dalam hal ini koperasi sama saja dengan PT yang mengejar keuntungan sebesar-besarnya dlam bentuk deviden, semakin besar deviden PT dianggap semakin bagus. Mari kita sedikit berlogika tentang hal ini dengan studi kasus di Kopma UGM. Koperasi Konsumen dengan Omzet 10 Milyar pertahun

Tujuan koperasi adalah mensejahterakan anggota. Dalam konteks ekonomi yang sesungguhnya sebuah keluarga atau individu dikatakan pra sejahtera apabila memperoleh pengahasilan Lebih dari 1 US Dollar atau bolehlah kita naikan saja menjadi Rp. 10.000,- perhari atau sekitar RP 250.000,-/bulan. Ini artinya untuk menjadi pra sejahtera saja 1 orang membutuhkan Rp. 3.000.000,- setahun. Jika anggota Koperasi 1000 orang maka koperasi harus menghasilkan Rp. 3 Milyar setahun. Jika keberhasilan koperasi untuk mensejahterakan anggota dinilai dari SHU berapa banyak koperasi dengan SHU 3 milyar? Tidak banyak,Untuk mencapai SHU sebesar itu (diasumsikan SHU 10% dari Omzet, kenyataanya rata-rata hanya sekitar 2% dari omzet) di Indonesia maka koperasi harus beromzet minimal Rp 300 milyar setahun ini omzet perusahaan berskala nasional di negri ini hanya beberapa gelintir kopersi yang mampu mencapai omzet sebesar itu. Ini juga artinya koperasi akan sangat sulit mensejahterakan anggotanya berpu berpuluh-pulah tahun untuk mencapainya, wajar jika orang tidak tertarik berkoperasi. Lain halnya dengan kapitalis. Sebuah perusahaan yang berbasis capital pemiliknya biasanya perorangan artinya keuntungan perusahaan hanya akan dinikmati sendiri. Jika sebuah usaha hanya beromzet Rp. 500 jt/ pertahun dengan kuntungan usaha rata-rata 10 % atau atau Rp.50 juta /tahun atau Rp 4 Juta perbulan ini orang sudah sangat masuk kategori sejahtera bukan prasejahtera lagi. Coba bandingkan Koperasi dengan 1000 anggota (Koperasi dianggap besar bila mempunyai anggota lebih dari 5000 orang) saja harus beromzet 300 milyar untuk membuat anggotanya masuk kategori pra sejahtera sedangkan kapitalis hanya membutuhkan omzet 500 juta untuk membuat seseorang memperoleh pendapatan 16 kali dari anggota koperasi. Kalo begini siapa yang mau berkoprasi? Artinya jika Pemahaman kesejahteraan koperasi hanya mengejar SHU seperti halnya kapitalis yang mengejar keuntungan sebesar-besarnya, maka koperasi tidak logis untuk mampu mensejahterakan anggota