Minggu, 24 Oktober 2010

PROFIL KOPERASI LANGGENG

PROFIL KOPERASI LANGGENG

DIBUAT OLEH:
NAMA : KHOLID AL RIFAI
KELAS :1EB12
NPM :(20209030)
FAKULTAS : EKONOMI
JURUSAN :AKUTANSI (S-1)



UNIVERSITAS GUNADARMA
JAKARTA
2009

PROFIL KOPERASI LANGGENG



Desa Garu terletak di Kecamatan Baron Kabupaten Nganjuk. Seperti desa pada umunya, penduduknya menghabiskan waktu di sawah sebagai petani. Kalau musim tanam sudah selesai, mereka kerja serabutan. Ada yang beternak ada yang berdagang untuk menutupi kebutuhan rumah tangganya. Namun, ada beberapa warganya yang tidak tinggal diam untuk terus meningkatkan kesejahteraannya. Mereka tergabung dalam Paguyuban Mandiri dan Koperasi Langgeng.
Awalnya, memang hanya sedikit orang yang terlibat dalam Paman, dan waktu itu Koperasi Langgeng belum berdiri. Dalam setiap pertemuan, mereka membicarakan masalah-masalah yang sedang dihadapi. Untuk memperkuat paguyuban, anggota diwajibkan untuk membayar arisan, sebesar Rp. 1000 per bulannya. Setelah hampir 5 bulan berjalan, arisan ini dirasa perlu untuk ditingkatkan dan dimaksimalkan. Mereka memutuskan untuk membuat koperasi, dan diberi nama Langgeng. Ada simpanan pokok, ada simpanan wajib dan ada simpanan sukarela. Uang yang terkumpul dikelola untuk dana pinjaman ke anggota.
Koperasi Langgeng sudah mampu berjalan dengan baik dan dirasakan betul manfaatnya bagi anggota. Sehingga, hal ini menarik keinginan warga desa setempat untuk masuk menjadi anggota paguyuban dan koperasi. Bahkan ada anggota yang berdomisili di desa lain. Saat ini, anggotanya mencapai 25 orang dan setiap bulan bertemu setiap tanggal 10 di rumah anggota secara bergilir.
Maro Sawah Bersama Dengan Sistem Organik
Keberhasilan Koperasi Langgeng sebagai organisasi ekonomi ini kemudian menjadi inspirasi anggota paguyuban sebagai organisasi aksinya. Paguyuban merancang usaha baru, bertani secara kelompok dengan menggunakan metode organik. Memang ini tidak gambang dilakukan karena kebiasaan petani di desa yang bertani secara individu, bukan bertani secara kelompok. Namun, ada kader paguyuban yang meyakinkan anggota bahwa pola pertanian kita yang individualis dan bergantung sama pupuk kimia harus dirubah. “Saya tertarik untuk melakukan usaha pertanian organik secara kelompok, setelah saya mendapat ilmu dari kunjungan ke Mitra Tani Jogjakarta”, kata Sukardi yang menjadi penanggung jawab usaha sawah organik.
Secara teknis, paguyuban menanggung semua keperluan dari penanaman padi. Bibitnya membramo yang didapat dari penduduk setempat, bukan benih pabrikan yang dijual di toko-toko. Luas area sawah 100 m persegi itu sekarang tinggal nunggu panen. Melihat buliran padi, para anggota optimis hasilnya akan melebihi dari pertanian padi biasanya. Apalagi penggunaan pupuk yang 80 % dari pupuk organik buatan paguyuban sendiri, tidak menyedot pengeluaran atau ongkos produksi.
Dalam pembicaraan sebelumnya, pembagiannya hasil ini adalah pihak pemilik tanah hanya menyediakan lahan, sementara pihak paguyuban menggarap dan menanggung semua biaya produksi. Setelah panen, hasilnya akan dipotong 30% untuk pemilik lahan dan 70 % diberikan kepada paguyuban. Sukardi sebagai penangung jawab usaha sawah ini akan mendapat hasil dari 70 % tersebut, walaupun belum disepakati besarnya berapa.
Hasil padi membramo ini nantinya tidak akan dijual ke pasar, tetapi padinya akan dijadikan bibit baru bagi anggota. Karena kualitasnya yang bagus dan tidak banyak unsur kimia, hasil panen ini sebagai penanda dimulainya Dewi Sri alias kemakmuran turun di Desa Garu. Anggota-anggota yang lain akan didorong untuk menggunakan bibit hasil panen perdana ini sekaligus menggerakan pertanian yang berkelanjutan, tidak bergantung kepada produk pabrikan, baik bibit, pupuk maupun pestisidanya.
Pengalaman maro sawah secara kelompok ini adalah keberhasilan yang bisa menjadi semangat baru setelah warga desanya tidak lagi kesulitan mendapat pinjaman dengan adanya koperasi. Setelah maro sawah ini, apalagi yang akan digagas oleh paguyuban mandiri dan koperasi langgeng? Kita tunggu saja. Semoga kisah sukses puluhan warga Garu yang berkumpul dalam paguyuban dan koperasi ini bisa menjadi inspirasi warga desa lain untuk membangun usaha bersama.

PERENCANAAN STRATEGIS DENGAN MENGUNAKAN ANALISA SWOT UNTUK KOPERASI DI INDONESIA


PERENCANAAN STRATEGIS DENGAN MENGUNAKAN ANALISA SWOT UNTUK KOPERASI DI INDONESIA

DIBUAT OLEH:
NAMA : KHOLID AL RIFAI
KELAS :1EB12
NPM :(20209030)
FAKULTAS : EKONOMI
JURUSAN :AKUTANSI (S-1)



UNIVERSITAS GUNADARMA
JAKARTA
2009



PERENCANAAN STRATEGIS DENGAN MENGUNAKAN ANALISA SWOT UNTUK KOPERASI DI INDONESIA

Dalam Manajemen Koperasi Perencanaan strategis adalah pengambilan keputusan saat ini untuk koperasi yang akan dilakukan pada masa datang. Pengambilan keputusan dalam organisasi Koperasi Indonesia harus mempertimbangka Sumber daya, kondisi saat ini serta peramalan terhadap keadaan yang mempengaruhi koperasi dimasa yang akan datang. Kita Bisa ambil Contoh Kondisi saat ini .

Untuk melakukan perencanaan Strategis dalam koperasi maka pengurus koperasi harus memperhatikan 4 aspek penting yaitu masa depan dan peramalanya, aspek lingkungan baik internal atau eksternal, target kedepan dan terakhir strategi untuk pencapaian target.

Organisasi Koperasi seacara kelembagaan harus mempunyai perangkat organisasi koperasi yang menjadi sarana dalam pencapaian tujuan koperasi. Perangkat fundamental dalam perencanaan strategis yang kemudian menjadi kelengkapan organisasi yang wajib ada adalah parameter-parameter idialisme dasar seperti; visi, misi, goal, objektif,


Untuk mempercepat percapaian Renstrak operasi diperlukan:
-Spesific (kekhususan)
-Measurable (Terukur)
-Achieveable (Dapatdicapai)
-Rationable (Rasiona l,dapat dipahami)
-Timeboun (Adalimit/ batas waktu)
Bagimana cara menyusun Renstra
Koperasi
Renstra koperasi pertama kali kita rumuskan dengan 3 menjawab pertanyaan mendasar:

1. Dimana koperasi kita saat ini berada, dan akan kemana arahan koperasi kita?
2. Kemana tujuan koperasi kita, ingin pergi kemana koperasi kita.?
3. Bagaimana atau dengan apa koperasi kita pergi atau mencapai tujuan tersebut?

Setelah kita berhasil mejawab ke 3 pertanyaan diatas kita akan melakukan evaluasi organisasi koperasi dengan menggunakan Analisa SWOT.

secara terperici tahapan menyusun Renstra koperasi adalah sebagai berikut.

Melakukan Analisa SWOT untuk koperasi Kita
Perumusan SWOT ditujukan sebagai dasar pembuatan strategi. Analisa SWOT adalah pola evaluasi yang mengklasifikasikan kondisi koperasi dengen SWOT yaitu Streght ( Kekuatan) Weakness ( Kelemahan koperasi Kita ) Oportunity ( Peluang Koperasi kita) dan threat ( ancaman pada Koperasi ) . Pengurus harus mengkalsifikasikan hal2 ditas menjadi sebuah tabel yang kemudian dijadikan dasar sebagai pengambilan keputusan dalam renstra koperasi.Seorang pengurus koperasi harus paham betul kondisi koperasinya, Pengurus harus mampu melakukan forecasting atau peramalan kondisi kedepan. Dari forecasting ini kemudian di rumuskan asumsi-asumsi yang relevan. Dari pemetaan kondisi dan permalahan inilah kemudian di rumuskan analisi SWOT Koperasi. Proses pertama yang harus dilakukan adalah evaluasi diri, dari sini akan ditemukan "strengths" dan weaknesses serta sumberdaya organisasi. Kemdian analisa kondisi eksternal, seperti kondisi pasar, social, ekonomi dan budaya akan meminculkan opportbunities dant hreats

Menentukan target Koperasi.
Setelah analis SWOt koperasi selesai dilakukan langjah berikutnya adalah menntukan target. Fase ini merupakan salah satubagian terpenting dari penyusunan strategi koperasi. Target ini diperoleh dari proses telaah realistis terhadap analisa SWOT yang telah ditentukan sebelumnya dan target koperasi harus diyakini oleh seluruh komponen organisasi koperasi ,bahwa koperas imampu mencapainya.

Perumusan Strategi Koperasi
Fase ini adalah upaya penyusunan siasat untuk menyelesaikan permasalahan koperasi sekaligus cara untuk pencapaian target koperasi.

Hasil Renstra Koperasi biasanya berupa Garis-Garis Besar program Kerja ( GBPK ) Koperasi yang juga harus disertai dengan Perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belenja Koperasi ( APBK) hasil perumusan Renstra akan dibahas dan Disahakan di RAT Koperasi
Konsep koperasi adalah konsep unik yang menjadikan 3 pilar utama bangunan ekonomi menjadi sebuah kekuatan tunggal. Profil koperasi sangat berbeda dengan model-model ekonomi kapitalistik yang semata-mata mengutamakan keuntungan. Karena kontur dan profil yang berbeda itulah maka sentuhan manajemen koperasi (yang saya sebut sebagai manajemen berbasis anggota) juga harus berbeda dan tidak bisa dikelola persis seperti pola-pola penghembangan kapitalistik. Profil ini seharusnya dipahami oleh setiap aktivis koperasi, karerna pada kenyataanya begitu banyak koperasi di Indonesia yang dikelola “ala” kapitalis dan manculah kapitalisasi koperasi salah satu indicator yang bisa kita lihat adalah menjadikan SHU sebagai tolak ukur utama dlam menentukan kualitas sebuah koperasi. Kesalahan paradigma inilah yang kemudian menjadikan koperasi Indonesia tidak bias berkembang dengan baik. Fakta membuktikan betapa peran koperasi dalam perolonomian bangsa masih sangat kecil. Di Indonesia koperasi tidak bias berkembang dengan cukup baik kenapa seperti itu? Kita akan membahasnya pada bagian lain. Kondisi yang kontras terjadi di Negara-negara maju. Di Jepang misalnya koperasi bahkan mampu bersaing dengan peritel besar seperti carefour, hipermart dll kenapa? Karena koperasi konsumen jepang menggunakan konsep menejemen berbasis anggota tidak sekedar berbasis pelanggan.


Berfikir Logis tentang manajemen koperasi.
Apakah anda juga pernah berfikir bahwa koperasi, kopma UGM terutama bisa berkembang jika di manage dengan filosofi dasar seperti mirota atau carefour? Coba buang pikiran anda jauh-jauh,pola fikir inilah yang menyebabkan banyaknya praktek kapitalisasi koperasi. Sekali lagi koperasi mempunyai profil yang berbeda dengan kapitalis sehingga sentuhanya juga harus berbeda. Sudah menjadi SunnatuLLah kiranya jika sesuatu yang berbeda harus diperlakukan berbeda jika diperlakukan sama tentu malah akan merusaknya.

Sudah di sampaikan didepan salah satu praktek kapitalisasi adalah meletakan SHU sebagai tujuan utama berkoperasi, artinya koperasi dianggap baik jika SHU tinggi, jadi segala upaya dikerahkan untuk mencapai SHU setinggi-tingginya. Apa tidak boleh SHU tinggi, tentu saja bisa, yang salah kemudian adalah jika cara untuk mencapai SHU tinggi itu adalah menafikan atau mengesampingkan mensejahterakan anggota yang sesunggungnya melalui proses usaha. Dalam hal ini koperasi sama saja dengan PT yang mengejar keuntungan sebesar-besarnya dlam bentuk deviden, semakin besar deviden PT dianggap semakin bagus. Mari kita sedikit berlogika tentang hal ini dengan studi kasus di Kopma UGM. Koperasi Konsumen dengan Omzet 10 Milyar pertahun

Tujuan koperasi adalah mensejahterakan anggota. Dalam konteks ekonomi yang sesungguhnya sebuah keluarga atau individu dikatakan pra sejahtera apabila memperoleh pengahasilan Lebih dari 1 US Dollar atau bolehlah kita naikan saja menjadi Rp. 10.000,- perhari atau sekitar RP 250.000,-/bulan. Ini artinya untuk menjadi pra sejahtera saja 1 orang membutuhkan Rp. 3.000.000,- setahun. Jika anggota Koperasi 1000 orang maka koperasi harus menghasilkan Rp. 3 Milyar setahun. Jika keberhasilan koperasi untuk mensejahterakan anggota dinilai dari SHU berapa banyak koperasi dengan SHU 3 milyar? Tidak banyak,Untuk mencapai SHU sebesar itu (diasumsikan SHU 10% dari Omzet, kenyataanya rata-rata hanya sekitar 2% dari omzet) di Indonesia maka koperasi harus beromzet minimal Rp 300 milyar setahun ini omzet perusahaan berskala nasional di negri ini hanya beberapa gelintir kopersi yang mampu mencapai omzet sebesar itu. Ini juga artinya koperasi akan sangat sulit mensejahterakan anggotanya berpu berpuluh-pulah tahun untuk mencapainya, wajar jika orang tidak tertarik berkoperasi. Lain halnya dengan kapitalis. Sebuah perusahaan yang berbasis capital pemiliknya biasanya perorangan artinya keuntungan perusahaan hanya akan dinikmati sendiri. Jika sebuah usaha hanya beromzet Rp. 500 jt/ pertahun dengan kuntungan usaha rata-rata 10 % atau atau Rp.50 juta /tahun atau Rp 4 Juta perbulan ini orang sudah sangat masuk kategori sejahtera bukan prasejahtera lagi. Coba bandingkan Koperasi dengan 1000 anggota (Koperasi dianggap besar bila mempunyai anggota lebih dari 5000 orang) saja harus beromzet 300 milyar untuk membuat anggotanya masuk kategori pra sejahtera sedangkan kapitalis hanya membutuhkan omzet 500 juta untuk membuat seseorang memperoleh pendapatan 16 kali dari anggota koperasi. Kalo begini siapa yang mau berkoprasi? Artinya jika Pemahaman kesejahteraan koperasi hanya mengejar SHU seperti halnya kapitalis yang mengejar keuntungan sebesar-besarnya, maka koperasi tidak logis untuk mampu mensejahterakan anggota