Senin, 03 Januari 2011

KRISIS GLOBAL DAN PEMBERDAYAAN KOPERASI

Krisis Global dan Pemberdayaan Koperasi
Koperasi kembali menjadi dibutuhkan dalam upaya meningkatkan perekonomian rakyat, terlebih dalam krisis pangan dan krisis energi yang dialami Indonesia kali ini. Sepatutnya pembangunan perekonomian Indonesia dilandasi pada upaya pemberdayaan koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional, karena hakekatnya, koperasi sebagai institusi atau lembaga perekonomian tidak sebatas pada kepentingan-kepentingan ekonomi saja melainkan juga bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat, terutama angota-angota koperasi.
Disini kepentingan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat sejalan dengan tanggungjawab kelembagaan koperasi. Yaitu koperasi sebagai lembaga perekonomian rakyat yang tentu saja berkarakter Indonesia. Koperasi Indonesia bukan identifikasi dari keberadaan koperasi di belahan dunia lainnya, seperti Eropa dan Asia Timur. Bagi Indonesia, koperasi berorientasi pada pemberdayaan para anggota dalam kepemilikan aset produksi ekonomi. Produksi ekonomi yang dikerjakan, untuk semua di bawah pimpinan atau kepemilikan anggota-anggota masyarakat. Koperasi Indonesia lebih mengutamakan kemakmuran masyarakat sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan, bukan keuntungan orang seorang. Bersandar dari karakteristik di atas, pembangunan koperasi Indonesia semestinya dibangun dari kesadaran untuk melakukan usaha bersama dalam koperasi di masing-masing anggota, yaitu sebagai dinamisasi dan partisipasi aktif rakyat dalam pemberdayaan ekonomi yang dilakukan secara mandiri.
Namun dalam krisis ekonomi berkelanjutan memang kesulitan tersendiri melakukan dinamisasi produktivitas dari bawah (Bottom Up), terlebih terjadi proses pemiskinan cukup besar di Indonesia akibat krisis ekonomi dunia sehingga berdampak pada lemahnya daya beli rakyat Indonesia, di samping modal usaha yang ada di masyarakat digunakan sebagai menanggulangi biaya hidup yang makin tinggi.
Dari kondisi tersebut, antara keinginan mensejahterakan dan ketidak-berdayaan yang ada akibat krisis ekonomi, kini koperasi mendapat perhatian kembali, terutama pada beberapa hal guna menumbuhkan kemampuannya mengambil peran “revolusioner”. Yaitu pada peran dan fungsi koperasi untuk menghimpun kekuatan ekonomi yang diproduksi oleh rakyat banyak guna menjawab tantangan ekonomi global. Koperasi secara kolektif berusaha meningkatkan prosesproses produksi untuk menjadi lebih produktif dan efesien sekaligus mensejahterakan anggotanya.
Di sini koperasi diharapkan mengambil peran dalam pemberdayaan di sektor ekonomi rakyat agar unit ekonomi dan usaha kecil yang dimilikinya tidak terhenti atau terpuruk. Saat ini adalah tepat untuk memperdayakan koperasi, tentu saja dengan menuntut sedikit perhatian yang diberikan oleh Negara. Pemerintah perlu melakukan intervensi pada beberapa kemudahan dan fasilitasi permodalan usaha, sistem pembinaan manajemen usaha, pelatihan dan peningkatan skill, ketersediaan bahan baku dan penunjang lain guna kelangsungan produktivitas usaha. Juga mengenai jaringan distribusi dan pemasaran hasil usaha, mengingat di era persaingan terbuka saat ini penentuan harga tidak sepenuhnya bisa diserahkan pasar, terlebih lagi jika barang tersebut menjadi kebutuhan hajat orang banyak.
Untuk itu pada pertumbuhan koperasi sebagai lembaga perekonomian rakyat, sekaligus sinergis terhadap perkembangan perekonomian nasional sepatutnya menuntut keterlibatan Negara, apalagi dalam situasi krisis ekonomi saat ini yang berdampak pada daya tahan ekonomi rakyat. Sementara usaha-usaha swasta dan BUMN tidak menunjukan signifikasi dalam pertumbuhan perekonomian bangsa, bahkan lebih jauh menghadirkan permasalahan baru dari sistem usaha yang dilakukan, seperti masalah kepailitan, defisit dan pelarian atau penyalahgunaan modal usaha, kesejahteraan buruh, sikap “alienasi” buruh dengan barang produksinya, belum lagi sistem jaminan sosial pekerja, termasuk beberapa kegiatan usaha mencemarkan dan merusak lingkungan hidup manusia sekitarnya.
Sejak kemerdekaan, koperasi dalam sistem ekonomi Indonesia adalah soko guru perekonomian Indonesia yang diimplementasikan dalam pasal 33 UUD 1945. Yaitu bahwa ekonomi Indonesia adalah suatu sistem ekonomi yang mengandung nilai-nilai strategis budaya bangsa yaitu kekeluargaan dan kemandirian, yang bersumber pada sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Maka semua orientasi kehidupan berbangsa dan bernegara bermuara pada terwujudnya sila kelima dalam Pancasila. Bahkan secara lebih dalam keseluruhan pembangunan ekonomi bangsa dilaksanakan sebagai semangat, arah dan gerak dari pengamalan Pancasila.
Maka keberadaannya tidak semata menjadi lembaga perekonomian melainkan juga wahana berkumpul, tukar pendapat serta membicarakan persoalan kehidupan masyarakat sekitarnya, terutama problem dari para anggotanya. Seperti pada koperasi desa yang merupakan cerminan dari semangat membangun desa secara bersama-sama. Namun konsistensi mewujudkan atau mengembalikan peran dan fungsi koperasi sebagai soko guru perekonomian rakyat bisa jadi merupakan tindakan yang revolusioner ketika koperasi distereotipekan sebagai lembaga perekonomian sarang koruptor dan tidak memberi keuntungan signifikan. Bahkan sebatas “legitimasi” institusional terhadap perilaku rejim yang berkuasa tentang kebijakan ekonominya, juga disinyalir sebagai warisan dari keterpurukan sistem perekonomian nasional ketika memilih pemberdayaan perekonomian rakyat melalui koperasi. Sedangkan pada sisi lain prestasi koperasi dalam pengentasan kemiskinan dan hadirnya swasembada pangan pedesaan hingga menjadi ketahanan pangan nasional–di masa Orde Baru–telah dinegasikan.
Secara realitas, bertahannya perekonomian nasional dalam krisis ekonomi kali ini adalah topangan dari ekonomi bazaar, ekonomi kecil dan menengah yang ada di masyarakat. Ketahanan ekonomi grass root ini substansinya adalah dinamisasi yang dilakukan koperasi-koperasi pedagang atau pasar. Lebih jauh terlihat pada induk-induk koperasi, yang karakteristiknya kita kenal sebagai koperasi pemberdayaan dan koperasi pengembangan usaha. Koperasi pada karakteristik pertama keanggotaan dan pimpinan adalah orang-orang awam, pendidikan dan kemampuan manejerialnya terbatas, skill pas-pasan, kurang modal ditambah jaringan distribusi dan permodalan yang terseok-seok. Sementara pada tipe kedua adalah koperasi yang dipimpin oleh orang berpendidikan memadai sebagai akibat dari status anggota yang memadai pula, memiliki pemodalan dengan sistem manajemen usaha yang baik dan terkontrol.
Terlepas dari karakteristik yang ada, kini mereka telah nyata memberikan kontribusi cukup besar dalam peningkatan dan pemberdayaan perekonomian Indonesia. Hal ini bisa terlihat pada beberapa Koperasi, seperti Koperasi Unit Desa (KUD) Bangkit Usaha sebagai koperasi tahu tempe di Malang, KUD Tani Bahagia di Mojokerto, Kopkar Inti (Koperasi Karyawan PT Industri Telekomunikasi Indonesia), KUD Penerus Baru di kabupaten Tapin yang bergerak di Usaha besar Batu Bara, Kojalisba (Koperasi Jasa Kelistrikan Bali) yang anggotanya adalah para direktur perusahan kontraktor listrik (Bisnis Indonesia, Edisi Khusus Juli 2008). Saat ini kesemua koperasi di atas telah menjadi unit-unit
usaha beromzet milyaran rupiah.
Kini dinamika ekonomi Indonesia, telah meneguhkan kembali pada pemberdayaan koperasi dan UKMK. Hal ini terlihat pada keseriusan pemerintah melakukan upaya-upaya penguatannya, yaitu pada pemberian insentif terhadap mitra usaha yang membesarkan koperasi. Termasuk tambahan APBN pada penjaminan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari 1,4 menjadi 3,4 triliun sebagai akses pembiayaan dan upaya percepatan tumbuhnya sektor riil (UKMK), disamping tujuan perluasan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan di Indonesia. Pilihan penguatan koperasi tersebut secara substansial dapat diletakan pada kesadaran perekonomian nasional, sebagai sistem perekonomian Pancasila implementasi pasal 33 UUD 1945. Namun yang perlu dicermati dan diingatkan adalah sejauhmana pemerintahan saat ini dalam pemberdayaan ekonomi nasional berkomitmen serta memberikan kepercayaan bagi koperasi menjadi pemilik saham bila perlu dominan— di unit-unit usaha milik Negara (BUMN), daripada sepenuhnya menjadi milik swasta.