Minggu, 24 Oktober 2010

PERENCANAAN STRATEGIS DENGAN MENGUNAKAN ANALISA SWOT UNTUK KOPERASI DI INDONESIA


PERENCANAAN STRATEGIS DENGAN MENGUNAKAN ANALISA SWOT UNTUK KOPERASI DI INDONESIA

DIBUAT OLEH:
NAMA : KHOLID AL RIFAI
KELAS :1EB12
NPM :(20209030)
FAKULTAS : EKONOMI
JURUSAN :AKUTANSI (S-1)



UNIVERSITAS GUNADARMA
JAKARTA
2009



PERENCANAAN STRATEGIS DENGAN MENGUNAKAN ANALISA SWOT UNTUK KOPERASI DI INDONESIA

Dalam Manajemen Koperasi Perencanaan strategis adalah pengambilan keputusan saat ini untuk koperasi yang akan dilakukan pada masa datang. Pengambilan keputusan dalam organisasi Koperasi Indonesia harus mempertimbangka Sumber daya, kondisi saat ini serta peramalan terhadap keadaan yang mempengaruhi koperasi dimasa yang akan datang. Kita Bisa ambil Contoh Kondisi saat ini .

Untuk melakukan perencanaan Strategis dalam koperasi maka pengurus koperasi harus memperhatikan 4 aspek penting yaitu masa depan dan peramalanya, aspek lingkungan baik internal atau eksternal, target kedepan dan terakhir strategi untuk pencapaian target.

Organisasi Koperasi seacara kelembagaan harus mempunyai perangkat organisasi koperasi yang menjadi sarana dalam pencapaian tujuan koperasi. Perangkat fundamental dalam perencanaan strategis yang kemudian menjadi kelengkapan organisasi yang wajib ada adalah parameter-parameter idialisme dasar seperti; visi, misi, goal, objektif,


Untuk mempercepat percapaian Renstrak operasi diperlukan:
-Spesific (kekhususan)
-Measurable (Terukur)
-Achieveable (Dapatdicapai)
-Rationable (Rasiona l,dapat dipahami)
-Timeboun (Adalimit/ batas waktu)
Bagimana cara menyusun Renstra
Koperasi
Renstra koperasi pertama kali kita rumuskan dengan 3 menjawab pertanyaan mendasar:

1. Dimana koperasi kita saat ini berada, dan akan kemana arahan koperasi kita?
2. Kemana tujuan koperasi kita, ingin pergi kemana koperasi kita.?
3. Bagaimana atau dengan apa koperasi kita pergi atau mencapai tujuan tersebut?

Setelah kita berhasil mejawab ke 3 pertanyaan diatas kita akan melakukan evaluasi organisasi koperasi dengan menggunakan Analisa SWOT.

secara terperici tahapan menyusun Renstra koperasi adalah sebagai berikut.

Melakukan Analisa SWOT untuk koperasi Kita
Perumusan SWOT ditujukan sebagai dasar pembuatan strategi. Analisa SWOT adalah pola evaluasi yang mengklasifikasikan kondisi koperasi dengen SWOT yaitu Streght ( Kekuatan) Weakness ( Kelemahan koperasi Kita ) Oportunity ( Peluang Koperasi kita) dan threat ( ancaman pada Koperasi ) . Pengurus harus mengkalsifikasikan hal2 ditas menjadi sebuah tabel yang kemudian dijadikan dasar sebagai pengambilan keputusan dalam renstra koperasi.Seorang pengurus koperasi harus paham betul kondisi koperasinya, Pengurus harus mampu melakukan forecasting atau peramalan kondisi kedepan. Dari forecasting ini kemudian di rumuskan asumsi-asumsi yang relevan. Dari pemetaan kondisi dan permalahan inilah kemudian di rumuskan analisi SWOT Koperasi. Proses pertama yang harus dilakukan adalah evaluasi diri, dari sini akan ditemukan "strengths" dan weaknesses serta sumberdaya organisasi. Kemdian analisa kondisi eksternal, seperti kondisi pasar, social, ekonomi dan budaya akan meminculkan opportbunities dant hreats

Menentukan target Koperasi.
Setelah analis SWOt koperasi selesai dilakukan langjah berikutnya adalah menntukan target. Fase ini merupakan salah satubagian terpenting dari penyusunan strategi koperasi. Target ini diperoleh dari proses telaah realistis terhadap analisa SWOT yang telah ditentukan sebelumnya dan target koperasi harus diyakini oleh seluruh komponen organisasi koperasi ,bahwa koperas imampu mencapainya.

Perumusan Strategi Koperasi
Fase ini adalah upaya penyusunan siasat untuk menyelesaikan permasalahan koperasi sekaligus cara untuk pencapaian target koperasi.

Hasil Renstra Koperasi biasanya berupa Garis-Garis Besar program Kerja ( GBPK ) Koperasi yang juga harus disertai dengan Perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belenja Koperasi ( APBK) hasil perumusan Renstra akan dibahas dan Disahakan di RAT Koperasi
Konsep koperasi adalah konsep unik yang menjadikan 3 pilar utama bangunan ekonomi menjadi sebuah kekuatan tunggal. Profil koperasi sangat berbeda dengan model-model ekonomi kapitalistik yang semata-mata mengutamakan keuntungan. Karena kontur dan profil yang berbeda itulah maka sentuhan manajemen koperasi (yang saya sebut sebagai manajemen berbasis anggota) juga harus berbeda dan tidak bisa dikelola persis seperti pola-pola penghembangan kapitalistik. Profil ini seharusnya dipahami oleh setiap aktivis koperasi, karerna pada kenyataanya begitu banyak koperasi di Indonesia yang dikelola “ala” kapitalis dan manculah kapitalisasi koperasi salah satu indicator yang bisa kita lihat adalah menjadikan SHU sebagai tolak ukur utama dlam menentukan kualitas sebuah koperasi. Kesalahan paradigma inilah yang kemudian menjadikan koperasi Indonesia tidak bias berkembang dengan baik. Fakta membuktikan betapa peran koperasi dalam perolonomian bangsa masih sangat kecil. Di Indonesia koperasi tidak bias berkembang dengan cukup baik kenapa seperti itu? Kita akan membahasnya pada bagian lain. Kondisi yang kontras terjadi di Negara-negara maju. Di Jepang misalnya koperasi bahkan mampu bersaing dengan peritel besar seperti carefour, hipermart dll kenapa? Karena koperasi konsumen jepang menggunakan konsep menejemen berbasis anggota tidak sekedar berbasis pelanggan.


Berfikir Logis tentang manajemen koperasi.
Apakah anda juga pernah berfikir bahwa koperasi, kopma UGM terutama bisa berkembang jika di manage dengan filosofi dasar seperti mirota atau carefour? Coba buang pikiran anda jauh-jauh,pola fikir inilah yang menyebabkan banyaknya praktek kapitalisasi koperasi. Sekali lagi koperasi mempunyai profil yang berbeda dengan kapitalis sehingga sentuhanya juga harus berbeda. Sudah menjadi SunnatuLLah kiranya jika sesuatu yang berbeda harus diperlakukan berbeda jika diperlakukan sama tentu malah akan merusaknya.

Sudah di sampaikan didepan salah satu praktek kapitalisasi adalah meletakan SHU sebagai tujuan utama berkoperasi, artinya koperasi dianggap baik jika SHU tinggi, jadi segala upaya dikerahkan untuk mencapai SHU setinggi-tingginya. Apa tidak boleh SHU tinggi, tentu saja bisa, yang salah kemudian adalah jika cara untuk mencapai SHU tinggi itu adalah menafikan atau mengesampingkan mensejahterakan anggota yang sesunggungnya melalui proses usaha. Dalam hal ini koperasi sama saja dengan PT yang mengejar keuntungan sebesar-besarnya dlam bentuk deviden, semakin besar deviden PT dianggap semakin bagus. Mari kita sedikit berlogika tentang hal ini dengan studi kasus di Kopma UGM. Koperasi Konsumen dengan Omzet 10 Milyar pertahun

Tujuan koperasi adalah mensejahterakan anggota. Dalam konteks ekonomi yang sesungguhnya sebuah keluarga atau individu dikatakan pra sejahtera apabila memperoleh pengahasilan Lebih dari 1 US Dollar atau bolehlah kita naikan saja menjadi Rp. 10.000,- perhari atau sekitar RP 250.000,-/bulan. Ini artinya untuk menjadi pra sejahtera saja 1 orang membutuhkan Rp. 3.000.000,- setahun. Jika anggota Koperasi 1000 orang maka koperasi harus menghasilkan Rp. 3 Milyar setahun. Jika keberhasilan koperasi untuk mensejahterakan anggota dinilai dari SHU berapa banyak koperasi dengan SHU 3 milyar? Tidak banyak,Untuk mencapai SHU sebesar itu (diasumsikan SHU 10% dari Omzet, kenyataanya rata-rata hanya sekitar 2% dari omzet) di Indonesia maka koperasi harus beromzet minimal Rp 300 milyar setahun ini omzet perusahaan berskala nasional di negri ini hanya beberapa gelintir kopersi yang mampu mencapai omzet sebesar itu. Ini juga artinya koperasi akan sangat sulit mensejahterakan anggotanya berpu berpuluh-pulah tahun untuk mencapainya, wajar jika orang tidak tertarik berkoperasi. Lain halnya dengan kapitalis. Sebuah perusahaan yang berbasis capital pemiliknya biasanya perorangan artinya keuntungan perusahaan hanya akan dinikmati sendiri. Jika sebuah usaha hanya beromzet Rp. 500 jt/ pertahun dengan kuntungan usaha rata-rata 10 % atau atau Rp.50 juta /tahun atau Rp 4 Juta perbulan ini orang sudah sangat masuk kategori sejahtera bukan prasejahtera lagi. Coba bandingkan Koperasi dengan 1000 anggota (Koperasi dianggap besar bila mempunyai anggota lebih dari 5000 orang) saja harus beromzet 300 milyar untuk membuat anggotanya masuk kategori pra sejahtera sedangkan kapitalis hanya membutuhkan omzet 500 juta untuk membuat seseorang memperoleh pendapatan 16 kali dari anggota koperasi. Kalo begini siapa yang mau berkoprasi? Artinya jika Pemahaman kesejahteraan koperasi hanya mengejar SHU seperti halnya kapitalis yang mengejar keuntungan sebesar-besarnya, maka koperasi tidak logis untuk mampu mensejahterakan anggota

Tidak ada komentar:

Posting Komentar